Merasa
masih sedikit pusing, aku berjalan menuju dapur untuk membuat segelas kopi,
biasanya setelah minum kopi sakit kepala akan hilang. Dulu aku pernah membaca sebuah artikel bahwa
“Kafein dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah di otak, sehingga
mengalirkan darah lebih cepat dan mencegah perluasan rasa sakit sehingga dengan meminum kopi
akan meringankan sakit kepala.” Aku sarankan kalau sakit kepala
minumlah kopi.
“Permen!”
Teriak
seseorang dari luar, aku yakin pemilik suara itu adalah Madil salah satu
sahabatku, anak Bidosta, mengingat selain Dede, hanya dia yang memanggilku
Permen tapi Dede kan di kamar sebelah dan jam segini sudah pasti dia belum bangun setelah party semalam, pikirku.
Ngomong – Ngomong
mengenai Arfa sejatinya dia hanyalah simpatisan Bidosta karena sebelumnya tak
pernah mengikuti proses kaderisasi di geng ini, sehingga tidak mempunyai legalitas
keanggtoaan, namun karena Cullang sebagai ketua geng tidak mempermasalahkan hal
tersebut jadilah Arfa diterima di tengah - tengah kami.
“Permen...!” dia teriak lagi.
“Iya
bro. Masuk aja, aku lagi di dapur nih bikin kopi.”
“Jangan
sungkan buat bikin dua gelas ya bro, kebetulan aku belum ngopi nih” sambil tertawa dari luar.
“Ah
kurang ajar kamu” Balasku.
“Jangan
lama ya!” Teriaknya lagi dari luar.
“Oke
– oke, udah kaya bos aja kamu”
“Haha.”
dia hanya tertawa keras dari luar.
Dia
ini kalau lagi senang memang suka melucu nggak jelas kaya gini, tapi aslinya dia
orang yang tempramen apalagi kalau
dalam kondisi pengaruh alkohol. Aku masih ingat pada saat malam tahun baru tiga
tahun silam, kami sempat berantem hanya
karena aku menumpahkan minuman di bajunya, saat itu kami berdua sudah dalam
keadaan mabuk berat. Bekas luka jahit di pelipis kananku ini adalah kenang - kenganan
darinya, hantaman keras yang kudapatkan dari tinjunya membuat pelipisku di
bagian kanan sobek, kuyakin itu karena cincin batu bacan yang lagi ngetrand saat itu melekat di jari manisnya sehingga bercucurlah darah di mukaku. Namun
gigi palsu yang dia kenakan juga adalah kenang kenangan manis yang kuberikan
untuknya, malam itu aku menghantam mulutnya dengan batu, tiga gigi depannya
patah sehingga harus diganti dengan gigi palsu. Akan tetapi terlepas dari itu
semua, separah apapun kami berantem
kami tetap solid, itu karena kami memposisikan persahabatan diatas segalanya.
“I’m coming, nih kopinya.” sambil
meletakkan kopi diatas meja, tampak seorang wanita sedang duduk disampingnya
dengan posisi menghadap ke samping sehingga aku tak bisa melihat wajahnya
dengan jelas,
“Wah
tengkiuu kopinya Men, kamu memang
sahabatku yang baik. Sambil menunjuk ke arah giginya sebagai isyarat agar aku
tak lupa asal - usul gigi itu.
“Sama
– sama bro.” sambil mendekatkan wajahku padanya lalu menunjuk pelipis kanan
bekas hantaman tangannya. Seketika kami berdua tertawa lepas.
“Anak
siapa lagi tuh yang kamu bawa?”
“Biasa
bro, pacar baru.” Jawabnya dengan bangga.
“Dasar
kamu, mati kiri!”
“Hahaha.”
Dia tertawa lagi mendengar istilah itu. “Sudah – sudah, kenalin ini Pia, Pia,
ini Rusdiawan Malik Ibrahim tapi kamu bisa memanggil dia Dewa.”
Tumben
manusia satu ini menyebut nama saya dengan lengkap tapi bukan itu yang membuat
aku kaget, tapi perempuan itu, Pia perempuan yang baru saja dia kenalkan. Bukankan
dia...
“Bro
pinjam kamar dong.”
Bersambung
Mati
kiri = playboy
#Onedayonepost
#Odopbatch5
#Tantangan
cerbung
Baru tau istilah mati kiri
BalasHapusHehe Bru sadar ada kata saya dan aku 😁😁
HapusBatu bacan jd keinget waktu booming di jogja mendadak jd pusat batu akik,hehehe, btw pia siapa? J
BalasHapusSiapakah Pia?
BalasHapusNext...